Sebagai seorang wanita, kita pasti mendambakan dan memiliki segambreng daftar kriteria sosok pangeran idaman. Permasalahannya mungkin setiap kali kita menjalani pacaran, ada saja rasa ketidakpuasan atau kekecewaan sehingga berujung bubarnya kisah cinta. Berulang kali merasakan patah hati, kecewa, dan berderai air mata membuat kita lama-lama lelah untuk mencinta. Imbas terburuk mungkin sering kita temukan para wanita yang “pasrah” dengan kisah cintanya dan memilih terus melajang atau ekstrimnya menerima siapapun yang mendekat. Apakah itu solusi terbaik? I guess not…
Ketika mengalami kegagalan cinta, kerap kali kita menuding lingkungan dan mantan atas penderitaan yang kita alami. Namun, pernahkah kita merefleksi diri dalam hubungan atau mengenai kriteria pria idaman? Ada baiknya sebelum memulai cinta yang baru, kita kilas balik kembali mengenai siapa dan bagaimana kita?
Sudahkah kita meningkatkan kualitas diri?
Anggaplah kita memiliki kriteria pria idaman dari ABC, tapi level diri kita masih DEF. Mungkinkah hubungan tersebut berjalan mulus? Kita menginginkan pria yang bisa jujur dan terbuka, tapi kita sendiri memiliki sifat curigaan dan mudah cemburu, pria sejujur apapun pasti juga tidak tahan jika dicurigai terus menerus. Akibatnya, sang pria lama-lama enggan jujur dan ketika kebohongannya terbongkar malah menjadi bumerang bagi kita sendiri.
Alam semesta berisi hukum tarik menarik. Jika kita ingin pria berkualitas ABC, maka jadikanlah diri kita memiliki kualitas ABC tersebut. Hubungan cinta bukan perihal satu melengkapi lainnya, bukan saya tidak memiliki kualitas A maka saya ingin pria berkualitas A, melainkan kedua manusia yang sama-sama merasa utuh dan bahagia yang saling mencintai dan membangun kehidupan rumah tangga yang solid. Dua insan yang merasa hidupnya sudah lengkap dan kehadiran pasangan membuatnya makin sempurna.
Kekurangan adalah bagian alami sifat manusia, dapatkah kita menolerirnya?
Tentu kita sering sekali mendengar kata tidak ada manusia yang sempurna, bahkan kita sendiri pun memiliki kekurangan. Hal terpenting dalam sebuah hubungan cinta, dapatkah kita menolerir kekurangan pasangan kita? Sebelum itu, sudahkah kita menerima kekurangan diri sendiri menjadi bagian dari siapa kita seutuhnya?
Kita yang tidak bisa menerima kekurangan diri sendiri tidak akan bisa menolerir kekurangan yang dimiliki pasangan. Kekurangan akan kerap menjadi momok dan bahan pertengkaran antar individu. Kita masing-masing memiliki prinsip hidup dan batas toleransi tersendiri. Sebaiknya, sebelum memutuskan menjadi wanitanya penting kita ketahui apa saja sisi negatif dari dirinya, apakah kekurangannya bertentangan dengan prinsip hidup yang kita anut? Jika memang tidak bisa kita tolerir, lebih baik tidak usah memulai hubungan cinta dari awal.
Misalnya, jika kita adalah tipe wanita yang tidak suka rokok dan clubbing, maka hindarilah pria yang gaya hidupnya seperti itu. Jangan lekas percaya jika si pria berjanji akan berubah, karena perubahan itu harus berawal dari diri sendiri bukan karena motivasi ingin mendapatkan kamu sebagai wanitanya. Jika, tidak sungguh-sungguh berubah, suatu hari ia pasti akan kembali ke gaya hidupnya dan hanya memberikan kita rasa kecewa. Jika memang sungguh-sungguh ingin berubah, tunjukkan saja tanpa perlu kamu atau ada wanita lain menjadi kekasihnya.
Sebaliknya, jika priamu tidak dapat menerima kekuranganmu padahal kamu sudah berusaha menerima kekurangannya, tinggalkannlah. Ingat! Kamu sangat berhak menentukan kebahagiaanmu sendiri.
Jangan pernah menggantungkan kebahagiaan pada kekasihmu. Kamulah satu-satunya orang yang bertanggungjawab atas kebahagiaanmu sendiri.
Jika pacaran dan menikah itu indah, tentunya tidak akan ada air mata bukan? Nyatanya dalam hidup ini bahagia, sedih, kecewa, dan marah adalah satu paket yang tak terpisahkan. Jangan pernah merasa bahwa dengan memiliki pacar maka hidupmu akan lebih bahagia. Salah besar!!! Hidupmu malah hanya akan tampak menyedihkan dengan kisah cinta yang tidak bahagia. Jangan mengasihani diri seolah dirimu tidak berharga dan merasa priamu adalah penyelamat dari keterpurukan. Siapapun tidak akan bisa membuatmu bahagia jika kamu sendiri tidak ingin bahagia.
Dalam hidup, termasuk masa pacaran dan menikah, tidak ada yang bisa memprediksi apa yang bakal terjadi ke depannya. Namun apapun yang terjadi, pastikan kita sudah menjadi wanita yang percaya diri, tangguh, dan kuat menghadapi apapun. Berjanjilah pada diri sendiri bahwa kita pasti menjadi wanita yang bahagia, dengan atau tanpa adanya kekasih. Jika kita sudah bahagia dengan diri sendiri, kita pun dapat menarik jodoh yang sama bahagianya dengan dirinya sendiri. Pria bahagia dan wanita bahagia pasti akan membangun rumah tangga yang bahagia pula walau diterpa badai sekalipun.
Hubungan cinta yang sukses adalah hasil dari usaha dan perjuangan dua pihak, bukan hanya usaha satu pihak.
Jika saat bertengkar kamu hanya menyalahkan pasangan dan menuntutnya untuk berubah, sebaiknya kamu ambil waktu untuk dirimu sendiri dan merenung. Sama halnya dalam berumah tangga, pria dan wanita memiliki fungsi masing-masing agar rumah tangga dapat berjalan dengan baik.
Ada contoh rumah tangga dimana pria bertanggungjawab penuh dalam urusan nafkah, sementara wanita bertanggungjawab penuh mengurus rumah, suami, dan anak. Ada pula yang suami istri sama-sama bekerja dan memutuskan pekerjaan rumah tangga dikerjakan bersama. Jika kamu hanya ingin hidup nyaman dan menuntut suami bekerja juga mengurus rumah tangga, itu merupakan hal yang egois bukan?
Sama halnya jika kamu ingin hubungan berjalan sesuai keinginanmu saja dan selalu menuntut priamu berubah, tapi dirimu sendiri tidak ingin berubah. Apakah bisa berhasil?
Well, masalah percintaan memang kompleks dan berbeda pada setiap individu. Empat poin di atas yang saya tulis merupakan inti sikap yang harus kita miliki untuk mendapatkan kisah cinta yang bahagia. Jadikanlah sifat dirimu berkualitas A jika ingin mendapatkan pria kelas A juga.
Cheers!