Setelah sempat ramai pelarangan sirop obat untuk dikonsumsi, kini akhirnya sudah ada pernyataan resmi bahwa sirop obat aman untuk anak.
Masih segar di ingatan pada medio 2022 lalu, dunia kesehatan dihebohkan dengan kasus penyakit Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) yang melanda 27 provinsi Indonesia dan menelan ratusan korban anak-anak. Padahal, dunia masih dalam tahap “memulihkan diri” pasca terjangan pandemi Covid-19.
Penyebab lonjakan kasus GGAPA
Sebenarnya untuk kasus GGAPA bukanlah hal baru dalam dunia medis dan kasusnya pasti ada pada 1-2 anak, tapi menjadi heboh karena adanya lonjakan kasus yang tidak biasa dan memakan korban hingga ratusan jiwa dalam waktu yang berdekatan.
Setelah pengusutan menyeluruh dari instansi dan organisasi terkait, akhirnya ditemukanlah penyebab anomali GGAPA yang dipicu oleh cemaran bahan pelarut Propilen Glikol (PG)/ Propilen Etilen Glikol (PEG) yang diganti dengan Etilen Glikol (EG)/ Dietilen Glikol (DEG) oleh satu oknum perusahaan supplier kimia. Sebenarnya bahan baku PG/ PEG ini sudah awam ditemukan di berbagai produk konsumsi masyarakat, seperti kosmetik, obat oral, produk rumah tangga, dan sebagainya.
Dengan pengolahan dan dosis/ kadar yang tepat, PG dan turunannya tidaklah berbahaya dan dapat membantu kehidupan masyarakat. Ambil contoh dalam kosmetik, PG/ PEG bisa menjadi sumber humektan untuk menjaga hidrasi pada kulit, mencegah kulit menjadi kering. Namun, akan menjadi berbahaya apabila pengolahannya tidak tepat dan jumlah cemaran yang terjadi melebihi ambang batas yang seharusnya.
Dampak penarikan sirop obat
Sejak penemuan itulah dunia anak-anak berubah drastis. Tidak ada lagi sirop obat yang biasa menjadi jurus andalan agar si anak mau minum obat dan lekas sembuh. Anak-anak harus membiasakan diri dengan menelan obat puyer yang pahit dan para ibu harus memutar otak agar bagaimana pun caranya, obat tersebut bisa masuk ke perut sang anak.
Untuk anak usia batita hingga balita mungkin masih bisa disiasati dengan menambahkan gula, madu, atau sirup sebagai “sogokan” agar si anak bisa minum obat. Namun, bagaimana dengan yang masih bayi dan menjalani imunisasi? Terutama imunisasi DPT yang kerap memberikan efek demam dan harus mengonsumsi penurun panas untuk mengatasinya. Alhasil, tidak sedikit pula para ibu yang memilih menunda imunisasi karena tidak bisa memberikan sirop obat kepada bayinya sebagai penurun panas.
Sebagai ibu 2 anak yang masih balita, saya pun turut merasakan betapa susahnya membujuk anak supaya mau minum obat puyer. Padahal obat tersebut sudah saya larutkan dengan sirup, tapi tetap saja lidah anak-anak masih peka terhadap rasa pahitnya. Jadi, ketika akhirnya muncul pernyataan resmi bahwa kini sirop obat aman untuk anak, saya pun turut bersorak-sorai bergembira.
Kini sirop obat aman untuk anak
Untung saja berkat kesigapan para pihak, kita tidak perlu menanti terlalu lama akan pemecahan kasus ini. Sejumlah lembaga kesehatan saling bersinergi untuk sama-sama mengambil tindakan antisipatif agar kasus ini tidak larut berkepanjangan. Hingga akhirnya pada tanggal 21 Maret lalu, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) bersama dengan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Pakar Farmakologi menyelenggarakan acara Dialog Interaktif Kesehatan: Sirop Obat Aman Untuk Anak sebagai langkah menyampaikan informasi resmi dan menyeluruh kepada masyarakat, khususnya para orangtua.
Acara ini bertempat di Royal Hotel Kuningan dan dipandu oleh MC kondang, Ivy Batuta bersama dengan Elfiano Rizaldi, selaku Direktur Eksekutif GPFI. Pada sesi pembuka, Dra. Tri Asti Isnariani, Apt, M. Pharm selaku Direktur Standardisasi Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor & Zat Adiktif (ONPPZA) dan Plt. Direktur Registrasi Obat, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus cemaran EG/DEG yang ditemukan dalam sirop obat sejak Oktober 2022, BPOM telah melakukan langkah-langkah antisipatif, seperti intensifikasi surveilans mutu produk, penelurusan dan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, hingga pemberian sanksi administratif, termasuk melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirop obat yang beredar. Upaya-upaya penindakan juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan.
Daftar produk sirop obat yang aman untuk dikonsumsi selama mengikuti aturan pakai, kini bisa dilihat di website /sosmed BPOM atau melalui kanal publikasi resmi BPOM lainnya. Masyarakat, pasien, fasilitas layanan kesehatan dan dokter diminta untuk tidak lagi khawatir dan ragu. Pernyataan pihak BPOM juga ditegaskan lagi oleh perwakilan dari Kementerian Kesehatan RI:
“Otoritas kesehatan yang berwenang menyatakan bahwa sirop obat yang sudah diverifikasi ulang dan dirilis oleh BPOM adalah sirop obat yang aman, sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti anjuran pakai”.
Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., M.A.R.S., selaku Direktur Produksi Dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Prof. apt. I Ketut Adnyana, Msi., Ph.D selaku Guru Besar farmakologi – Farmasi Klinis, Institut Teknologi Bandung juga turut memberi pengertian bahwa sirop obat bukanlah pelaku tunggal penyebab GGAPA. GGAPA sendiri bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti status kesehatan pasien (riwayat penyakit), alergi terhadap suatu bahan tertentu, infeksi (termasuk Covid-19), status nutrisi (dehidrasi), obat, makanan, logam berat, toksikan (EG/DEG dari berbagai sumber), dan lain sebagainya. Hal ini perlu diluruskan agar masyarakat tidak memiliki persepsi yang salah tentang GGAPA.
Pernyataan sirop obat aman untuk anak juga diamini oleh dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Beliau menyatakan bahwa hasil verifikasi ulang produk sirop obat oleh BPOM per November 2022 lalu sudah aman, sehingga produk sirop obat yang sudah dirilis kembali oleh BPOM, bisa diresepkan kembali oleh dokter dan bisa dikonsumsi masyarakat dengan tenang selama mengikuti aturan pakai. Suatu kabar yang sangat menggembirakan untuk kita kan, buibu?
Dalam hal lonjakan kasus GGAPA, pihak apotek sebagai tempat resmi distribusi obat juga turut kelabakan. Dalam waktu singkat, mereka harus menarik dan mengumumkan tidak lagi melayani pembelian sirop obat hingga adanya izin resmi yang menyatakan sebaliknya, dan menghadapi keluh kesan konsumen akibat peraturan tersebut. Dengan adanya pernyataan resmi dari BPOM dan tidak adanya kenaikan kasus GGAPA, membuktikan bahwa sirop obat yang sudah diverifikasi ulang tersebut sudah benar-benar aman dan layak dikonsumsi masyarakat, terutama anak-anak. Hal ini dinyatakan oleh apt. Noffrendi Roestram, S.Si selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Langkah lanjutan terhadap produksi dan distribusi sirop obat
Perusahaan farmasi bisa dibilang merupakan pihak yang paling terkena dampak atas adanya kasus GGAPA dan juga penarikan produk mereka dari pasar. Selain itu, mereka juga harus mengkaji ulang kandungan yang terdapat di dalam sirop obat, lalu melaporkan kembali kepada pihak BPOM untuk diuji dan ditinjau demi mendapat izin edar kembali.
Dengan adanya kejadian ini, perusahaan farmasi yang tergabung dalam GPFI juga berkomitmen untuk menjadikan GGAPA sebagai pembelajaran berharga dan akan melakukan pengawasan secara ketat terhadap Cara Pembuatan Obat yang Benar (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Benar (CDOB) agar kasus serupa tidak terulang lagi di masa depan. Komitmen ini ditegaskan oleh Tirto Kusnadi selaku Ketua Umum GP Farmasi Indonesia.
Sekilas info tentang GPFI
Bagi teman-teman yang mungkin baru mendengar tentang GPFI atau Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar sesama pelaku usaha farmasi dan juga antara perusahaan dengan pemerintah serta pihak-pihak terkait lainnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah produksi obat, distribusi obat dan pelayanan obat, yang berdiri sejak 1969. Anggota GPFI telah memenuhi 90% kebutuhan obat nasional secara volume, dan memproduksi lebih dari 2.000 item obat sirup dan puluhan ribur item obat sediaan lainnya. GPFI memiliki anggota lebih dari 150 produsen obat nasional, 1600 PBF obat yang terdiri dari 600 PBF nasional dan 1000 PBF lokal dan lebih dari 20.000 apotek dan toko obat di Indonesia.
Dalam acara dialog interaktif tersebut, turut hadir selebriti Mona Ratuliu yang didapuk sebagai bintang tamu sekaligus perwakilan ibu-ibu Indonesia yang turut merasakan dampak dari penarikan obat sirup. Untunglah sekarang penarikan tersebut sudah dicabut dan kini iapun bisa memberikan sirop obat sesuai anjuran kepada anak-anaknya ketika sedang sakit.
Jadi sekarang sudah lega ya, Moms, nggak perlu was-was lagi kalau mau ngasih obat sirup karena sekarang sirop obat aman untuk anak, ya. Apa sudah ada yang mulai memberikan obat sirup lagi untuk anaknya? Kalau saya sih, sudah! Hehe…