Terapi Alternatif untuk Skoliosis

terapi alternatif untuk skoliosis

Saya berusia 32 tahun dan pertama kali didiagnosa skoliosis pada saat usia SMP. Skoliosis adalah kelainan tulang belakang yang berbentuk huruf ‘S’ atau ‘C’. Pada kasus saya, skoliosis saya ini tergolong kurva S dengan derajat moderat. Tidak ringan tapi juga tidak berat. Saya lupa persisnya berapa karena sudah lama sekali sejak terakhir rontgen. Dan melalui artikel ini, saya ingin berbagi informasi tentang terapi alternatif untuk skoliosis agar tidak bertambah parah.

Berbicara mengenai skoliosis, bisa dibilang penyakit ini seperti ‘silent disease‘. Kebanyakan orang menyadari mereka menderita skoliosis setelah fisik mereka berubah. Pengobatan yang ada saat ini adalah menggunakan jaket khusus bagi mereka yang masih berada dalam masa pertumbuhan, atau operasi bagi mereka yang sudah melewati masa pertumbuhan, yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Informasi mengenai penyakit ini atau metode pengobatan alternatif untuk skoliosis tidaklah banyak, termasuk efek lanjutan jika tidak segera diobati.

Spekulasi tentang penyebab skoliosis sendiri beragam, ada yang bilang karena faktor genetik atau postur duduk yang tidak benar. Informasi dari dokter sendiri mengatakan penyebab skoliosis memang sifatnya idiopatik (tidak diketahui) sehingga sebab paling mungkin adalah adanya faktor keturunan. Ditilik dari sini, ada sih salah satu tante saya rupanya ada skoliosis ringan banget nyaris tak terlihat. Kalau dari moyang-moyang sana lagi saya nggak tahu deh karena setahu saya kakek-nenek langsung saya tidak ada yang menderita skoliosis.

Saat berkonsultasi dengan dokter, tentu saja mereka akan menyarankan tindakan operasi. Namun, jalan ini tidak saya pilih setelah berembuk dengan orangtua juga pada saat itu karena beberapa alasan berikut:

  • Biaya operasi yang tidak sedikit dan kami bukanlah dari golongan mampu dengan biaya sebesar itu
  • Operasi juga tidak akan mengembalikan bentuk tulang 100% seperti sedia kala hanya meminimalisir bertambahnya derajat kemiringan
  • Karena saya masih belia, orangtua juga rasanya tidak tega kalau di dalam tubuh saya harus dipasangi sekian banyak pen, belum lagi luka bekas operasi yang berbekas seumur hidup

Baca juga: Pengalaman pertama naik meja operasi menjelang ultah ke-29

Baca juga:  Vaksin Influenza Quadrivalent untuk Dewasa: Kenapa Harus?

Sejauh ini keluhan yang saya rasakan karena skoliosis adalah badan yang cepat pegal ketika berdiri terlalu lama. Jadi, ketika masa SMP-SMA dimana upacara hari Senin wajib hukumnya, itu merupakan penyiksaan buat saya hehehe… Karena tidak ada keluhan yang parah itu jugalah salah satu faktor memilih jalan pengobatan alternatif.

Dari mengikuti terapi ini, saya juga mendapati bahwa ternyata yang menderita skoliosis ini juga lumayan banyak. Di lingkungan normal, saya merasa berbeda sendiri karena tidak ada yang seperti saya. Namun di tempat terapi, rupanya banyak penderita skoliosis dengan keluhan yang lebih parah, seperti sesak napas karena tulangnya bengkok hingg a menyentuh paru-paru dan sakit punggung lainnya. Saya merasa bersyukur skoliosis saya tidak separah itu dan bisa hamil-melahirkan dengan lancar tanpa keluhan berarti.

Mencoba fisioterapi sebagai terapi alternatif untuk skoliosis

terapi alternatif untuk skoliosis
Gambar hanya ilustrasi | Photo by Ryutaro Tsukata on Pexels.com

Akhirnya orangtua pun mencari terapi alternatif untuk skoliosis dengan biaya yang setidaknya lebih terjangkau. Hasil dari pengobatan alternatif seperti ini juga hanya membantu meringankan bentuk tulang agar tidak bertambah parah. Terapi skoliosis pertama saya lakukan di sebuah tempat bernama Tung Mei di Jakarta pada tahun 2012 lalu dengan terapis yang berasal dari Tiongkok langsung. Saya pernah mengulas tempat ini di Kompasiana dulu dan tidak tahu lagi apakah masih beroperasi atau tidak karena saya pindah lokasi ke tempat yang lebih terjangkau.

Di tahun 2015, saya direkomendasikan oleh seorang kenalan tentang adanya terapi skoliosis di apartemen Ambassador, Jakarta Selatan. Terapinya memang dilakukan secara rumahan oleh seseorang yang biasa saya panggil Om Iwan. Sejak terapi di sana, saya merasakan perbaikan yang lebih signifikan. Tentu saja dalam keseharian saya juga harus mengingat untuk menjaga postur tubuh saat duduk dan berdiri agar tidak kembali bengkok. Hingga saat ini saya sesekali masih bertandang ke sana untuk memaintain postur tubuh, apalagi setelah punya 2 anak dan kerap gendong sana-sini.

Apakah menjalani terapi alternatif untuk skoliosis ini menyakitkan? Sama sekali tidak karena teknik yang digunakan seperti memijit dan membetulkan letak tulang. Mirip seperti ketika kita sedang meregangkan badan lalu bunyi ‘kretek’ yang nggak pake sakit gitu. Jadi kalau kalian mau menempuh jalan ini, nggak usah takut ya. Malah menurut saya yoga itu lebih ada efek sakitnya kalau nggak terbiasa olahraga.

Baca juga:  Begini Cara Cek Nomor BPOM untuk Produk Kosmetik

BTW, terapi yang bisa dilakukan oleh Om Iwan ini nggak hanya terapi alternatif untuk skoliosis, tapi juga bisa untuk sendi dan saraf, terutama perawatan pasca stroke. Nggak sedikit orang yang terapi ke beliau, dari yang masih muda hingga kakek-nenek juga sering ke sana. Keluarga mertua saya juga pernah berobat ke sana ketika mengalami saraf kejepit dan setelah dari sana merasa lebih baik.

Yoga juga bisa menjadi terapi skoliosis mandiri yang direkomendasikan

terapi alternatif untuk skoliosis
Gambar hanya ilustrasi | Photo by Karolina Grabowska on Pexels.com

Selain melakukan terapi di tempat pengobatan alternatif, saya juga pernah mengikuti kelas yoga sebagai latihan terapi skoliosis mandiri. Pada tahun 2013-2014 saya sempat mengikuti kelas di Gold’s Gym. Dari membaca beberapa referensi, saya tahu kalau yoga juga bisa menjadi salah satu terapi alternatif untuk penderita skoliosis. Memang tidak ada kelas khusus untuk skoliosis di sana, tapi saya menginfokan kepada instruktur bahwa saya memiliki skoliosis sehingga mereka membantu memantau gerakan yoga saya agar tidak terlalu ekstrem.

Ada satu sanggar yoga yang bernama Iyengar Yoga dan dia memiliki kelas khusus untuk skoliosis. Tentu saja biayanya lumayan mahal. Saya bergabung di tahun 2019 atas dorongan suami dan membayar biaya sebesar 4 jutaan untuk 20x pertemuan. Cuma mungkin karena benturan waktu dan peserta yang lebih sedikit dibanding kelas reguler, kelas yoga untuk skoliosis ini sering off jika tidak ada minimal 2 orang peserta. Ketika pandemi merebak, akhirnya kegiatan ini terhenti.

Baca juga: Dampak Positif Wabah Corona yang bisa Kita Syukuri

Jika pandemi sudah usai, saya juga berharap bisa kembali mengikuti kelas yoga untuk skoliosis dengan tenang dan aman. Yoga merupakan salah satu olahraga yang saya sukai dibanding jenis olahraga lainnya. Hanya saja dalam kasus saya ini tentunya membutuhkan instruktur untuk mengarahkan gerakan-gerakan yang disarankan untuk penderita skoliosis.

scoliosis fighter
Sumber: weheartit.com

Dewasa ini saya rasa sudah cukup banyak juga klinik-klinik yang menyediakan jasa terapi alternatif untuk skoliosis tanpa operasi. Kawan-kawan seperjuangan bisa mencoba Googling dan mencari referensi sendiri tentang jenis terapi apa yang cocok untuk kalian. Apa yang saya tulis di sini murni berdasarkan pengalaman pribadi ketika melakukan pengobatan terapi alternatif untuk skoliosis. Semoga bermanfaat untuk teman-teman semua yang seperjuangan dengan saya. Jangan minder dan tetaplah berusaha. Because we’re just bent, not broken!

Thanks for reading and see you in the next post!

Edited on 12 January 2021

Baca juga:  Akhirnya Beralih ke Menstrual Pad Karena 5 Hal Ini

Catatan kaki:

Artikel ini merupakan remake dari judul Indahnya Berbagi Melalui Tulisan yang dibuat pertama kali pada tahun 2012, tulisan pertama saya di blog ini. Isinya bercerita tentang betapa bahagianya saya ketika tulisan yang saya buat bisa bermanfaat bagi kawan-kawan di luar sana, a scoliosis fighter, yang juga sedang mencari informasi terapi alternatif. Artikelnya saya perbaharui agar lebih relevan dengan kondisi saat ini, sekaligus untuk optimasi SEO.

Dari pengalaman ini, saya menyadari bahwa kebahagiaan menjadi penulis bukan terletak pada seberapa banyak orang yang membaca tulisan kita atau kita akan mendapatkan bayaran berapa banyak, tapi seberapa besar manfaat yang bisa kita bagikan kepada pembaca melalui tulisan kita dan tentunya sahabat-sahabat baru. Menurut saya, itulah ‘bayaran’ agung seorang penulis yang tidak bisa diukur dengan uang. Selain itu, tentu saja memberikan semangat baru bagi saya untuk terus berbagi melalui tulisan yang bermanfaat bagi orang banyak.

Melissa Tjia

Born in 1988 and currently living as a wife and mom of a couple of kids. Been blogging since 2012 and have collaborated with numerous brands from various industries. In 2018, decided to be a full-time blogger while nursing kids at home. For inquiries please contact hello@melsplayroom.com. Follow my Instagram and Twitter account @melsplayroom for more skincare updates. Let's be friends!

7 Comments

  1. Hallo kak mau tanya yg terapi om iwan apakah masih ada , ada alamatnya gak yah

    1. halo dear, maaf baru balas, masih ada sih, cuma bisa confirm by WA dl aja ya. Om-nya kadang suka pergi ke Kanada nengokin anakn2nya. Semoga membantu.

      1. selamat sore
        Boleh tau no wa Nya berapa ya kak

      2. Boleh minta no wa nya kah

        1. halo, boleh e-mail saya ya di hello@melsplayroom.com atau DM Instagram @melsplayroom. thanks.

  2. Hai calita… Skoliosisku gtw brp derajat krn dokternya nggak kasih tahu. Tapi semenjak terapi jadi lebih baik saja sih. Krn umur ga bs sembuh total, hanya mengurangi saja… 🙂

  3. Halo mba, mau tny, skoliosis nya mmg nya brp derajat? Apa skrg sudah sembuh berkat terapi di tung mei? Saya pgn coba. Tp btuh motifasi bgt. Masih yakin gak yakin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Do not copy! Please share the link instead. Thanks!